Undang-undang Cipta Kerja atau yang biasa kita sebut Omnibus Law baru disahkan oleh DPR dan Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Pembentukan dan pengesahan undang-undang ini bertujuan untuk menyederhanakan beberapa peraturan agar menarik investor dan penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia. Ada beberapa klaster yang diatur dalam undang-undang ini termasuk dengan klaster perpajakan. Namun, tidak semua Omnibus terkait pajak ada di dalam UU Cipta Kerja. Beberapa masuk ke dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 yang juga disahkan menjadi UU No. 2/2020 terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COvid-19).
Klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja terdapat pada Bab IV terkait investasi dan kemudahan berusaha yang belum tercantum dalam UU No. 2/2020. Ada 4 pasal undang-undang perpajakan dalam UU Cipta Kerja yang mengatur Pajak Penghasilan (PPh), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Perubahan PPh
Jika di UU No. 2/2020 terdapat penurunan PPh secara bertahap hingga 20% di tahun 2023, penurunan PPh juga tertuang dalam UU Cipta Kerja ini. Penghasilan berupa deviden bagi Wajib Pajak Orang Perorangan (WPOP) yang berasal dari dalam dan luar negeri untuk diinvestasikan di Indonesia, tidak akan dikenakan pajak. Syaratnya, deviden dan penghasilan yang diinvestasikan minimal 30% dari laba setelah pajak dan saham Wajib Pajak Badan tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 ayar (3) huruf f UU Cipta Kerja.
Ketentuan penarikan pajak terhadap WNI yang berada di Luar Negeri dan WNA yang berada di Dalam Negeri juga berubah. WNA yang selama 183 hari berada di Dalam Negeri dan melakukan usaha atau mendapatkan penghasilan di wilayah hukum Indonesia akan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), sehingga akan dikenakan PPh Dalam Negeri. Sebaliknya, jika WNI yang 183 hari berada di Luar Negeri dan melakukan usaha di negara lain, statusnya menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPSN) dan dikenakan PPh Luar Negeri . WNI dan WNA sebagai subjek pajak diatur dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, b, c, d.
Perubahan PPN dan PPnBM
Pasal 112 dalam UU Cipta Kerja tertuang peraturan relaksasi ketentuan PPN dan kredit pajak masukkan PPN. Dalam pasal tersebut Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang belum menyerahkan barang atau jasa untuk ekspor bisa mengkreditkan pajak masukan sepanjang memenuhi pekreditan sesuai UU. Pada peraturan sebelumnya di pasal 9 ayat (2a) UU PPN dan PPnBM, PKP yang belum berproduksi dapat mengkreditkan pajak masukannya.
Jika dalam waktu tiga tahun perusahaan melakukan penyerahan barang, pengkreditan pajak bisa dilakukan. Namun, jika tidak ada penyerahan barang atau jasa, pajak masukan dalam hal sektor barang atau jasa tertentu, tidak bisa dikreditkan. Pada sektor tertentu, dapat diberikan periode yang lebih panjang dari 3 tahun.
Perubahan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Pelaporan dan pembayaran pajak yang tidak sesuai akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan. UU Cipta Kerja juga merevisi ketentuan sanksi dari pelaporan dan pembayaran pajak. Peraturan yang berubah adalah
- Penurunan sanksi telat lapor SPT dan Kurang Bayar Pajak disesuaikan dengan tingkat atau tarif suku bunga acuan per bulan, yang sebelumnya tertuang di UU KUP sebesar 2% per bulan. Hasil penghitungan baru ini, jumlahnya bisa lebih rendah dibanding sanksi sebelumnya.
- Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12 berlaku pada tanggal dimulai penghitungan sanksi, paling lama 24 bulan pada Wajib Pajak (WP) yang
- Membetulkan sendiri SPT-nya dan membuat utang pajak menjadi lebih besar
- Kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan/Masa
- Terlambat membayar PPh Pasal 29 SPT tahunan
- Terlambat membayar SOT Masa
- Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dibagi 12, paling lama 24 bulan, jika tidak melunasi SPT yang kurang bayar
- Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 15% dibagi 12, paling lama 24 bulan, jika tidak melunasi pajak kurang bayar dan mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
- Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12 berlaku pada tanggal dimulai penghitungan sanksi, paling lama 24 bulan pada Wajib Pajak (WP) yang
- Jika WP tidak menyampaikan SPT atau mengisi SPT dengan tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar akan didenda sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang bayar saat pengungkapan pelaporan pajak tidak benar. Jumlah ini lebih rendah dari yang tertulis di UU KUP, sebesar 150%
- Jika PPh PKP kurang bayar, sanksi administratif berupa bunga yang ditetapkan Menkeu dihitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP).
- PKP tidak menerbitkan faktur atau menerbitkan faktur tidak lengkap, dikenakan sanksi 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- STP keterlambatan bayar Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, Banding dan Pengajuan Kembali, sanksi bunga penundaan pembayaran karena mengangsur, dan bunga atas STP penundaan yang nilainya lebih kecil, dikenakan sanksi bunga per bulan sesuai ketetapan Menkeu berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 maksimal 24 bulan.
- Penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan dilakukan setelah WP melunasi utang pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi denda 3 kali jumlah pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya dikembalikan.
Perubahan UU PDRD
Pada UU Cipta Kerja, pungutan daerah termasuk di dalamnya retribusi perizinan tertentu akan dihapus. Selain itu untuk mempermudah perizinan usaha, pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Keuangan akan mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daeran yang sudah ada terkait PDRD.
Jika dari hasil evaluasi Menteri Keuangan, peraturan tersebut dicabut oleh presiden, pemda tidak dapat menerapkan perda terkait PDRD tersebut. Pemda yang melanggar akan dikenakan sanski penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagu hasil.
Perubahan-perubahan terkait perpajakan dalam UU Cipta Kerja, memang sedikit mendapatkan sorotan. Namun, peraturan baru ini perlu untuk dilihat lebih spesifik, terutama pajak untuk proses pembuatan usaha dan bisnis. Adanya perubahan-perubahan yang tertuang di UU Cipta Kerja, diharapkan dapat mendorong kelahiran bisnis-bisnis baru untuk perkembangan ekonomi bangsa.
Mengetahui dan taat terhadap peraturan yang berlaku, khususnya tentang pajak, dapat menunjang aktivitas bisnismu. Namun, peraturan dan kepengurusan pajak usaha yang cukup panjang ditambah pengetahuan pajak yang minim dapat menghabiskan banyak waktu. Kamu bisa menggunakan jasa konsultasi pajak usaha seperti Lisanna Konsultan Pajak untuk membantu mengurus perpajakan binsis, sehingga kamu dapat fokus dalam pengebagan bisnis.